Review Buku: The Magician's Nephew ~ C. S. Lewis

C. S. Lewis | 2006 | Fiction, Children's Literature, Fantasy, Adventure | PT Gramedia Pustaka Utama

Hi friends! Penggemar serial film atau novel petualangan dan fantasi pasti tidak asing lagi dengan serial The Chronicles of Narnia. Namun, mungkin banyak yang bingung tentang asal muasal Narnia. Mengapa ada lentera di perbatasan Narnia? Bagaimana anak keluarga Pevensie bisa ke Narnia melalui lemari pakaian?

Pada artikel ini, saya akan memberikan review singkat tentang buku berjudul “The Magician’s Nephew” yang ditulis oleh C. S. Lewis— sebuah buku yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apabila kalian ingin membaca artikel ini dalam Bahasa Inggris, silahkan cek link berikut. Selamat membaca!

OVERVIEW

The Magician’s Nephew atau Keponakan Sang Penyihir menceritakan tentang petualangan dua sahabat, Digory Kirke dan Polly Plummer.

Ketika Digory Kirke baru pindah ke rumah kerabatnya di kota London, dia merasa sangat sedih. Ayahnya sedang tugas militer dan ibunya sakit parah. Oleh karena itu, Digory dan ibunya pindah ke rumah Paman Andrew dan Bibi Letty. Disana pula Digory berkenalan dengan tetangganya yang bernama Polly Plummer.

Digory dan Polly adalah dua anak yang senang berpetualang. Kegemaran itulah yang mendorong mereka untuk memasuki rumah kosong di sebelah rumah yang ditempati Digory melalui loteng yang menghubungkan antara rumah satu dan rumah lainnya. Namun, tanpa diduga mereka salah memasuki ruangan. Mereka memasuki ruang kerja Paman Andrew.

Paman Andrew adalah sosok yang misterius dan menakutkan. Digory belum pernah bertemu dengannya. Sepanjang hari, Paman Andrew menghabiskan waktu di dalam ruang kerjanya yang terletak di loteng. Ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun, termasuk Digory.

Ketika Polly dan Digory menyadari dimana mereka berada, mereka ingin segera melarikan diri. Sayangnya, Paman Andrew berada di ruangan tersebut. Paman Andrew ternyata melakukan sebuah percobaan di ruang kerjanya. Dia memiliki beberapa pasang cincin cantik berwarna kuning dan hijau yang menghasilkan suara mendengung.

Anak-anak terpesona melihat cincin-cincin itu dan entah mengapa, Paman Andrew terlihat sangat gembira melihat mereka disana. Dia menawarkan Polly untuk menyentuh salah satu cincin berwarna kuning. Namun, seketika setelah Polly menyentuhnya, dia menghilang.

Digory ketakutan dan menanyakan keberadaan Polly. Bukannya menjawab pertanyaan Digory, Paman Andrew justru menyarankan Digory untuk memakai cincin kuning lain dan membawa dua cincin hijau bersamanya, satu untuk dirinya sendiri dan satu untuk Polly, apabila jika dia ingin membawa Polly kembali ke loteng.

Digory tidak bisa menemukan solusi lain. Dia menyentuh cincin kuning lainnya setelah mengambil dua cincin berwarna hijau. Digory sampai di hutan yang dipenuhi mata air dan menemukan Polly disana. Namun, bukannya pulang, kedua anak tersebut memutuskan untuk menjelajahi tiap mata air, yang ternyata membawa mereka ke berbagai dunia yang berbeda.

Salah satu mata air yang mereka masuki membawa mereka berhadapan muka dengan seorang penyihir jahat bernama Ratu Jadis dari dunia bernama Charn. Dalam upaya melarikan diri dari Ratu Jadis, tanpa sengaja Digory dan Polly membawa serta Ratu Jadis ke London.

Digory merasa bertanggung jawab atas kekacauan yang dilakukan Ratu Jadis. Dia berusaha mengembalikan Ratu Jadis ke Charn. Namun, dia memasuki mata air yang salah. Bukannya ke Charn, Digory masuk ke dunia yang sedang diciptakan. Dunia yang dikenal dengan nama Narnia.

When things go wrong, you’ll find they usually go in getting worse for some time; but when things once start going right they often go on getting better and better.

REVIEW

"The Magician's Nephew" atau “Keponakan Sang Penyihir” adalah novel keenam C.S. Lewis dalam seri Chronicles of Narnia. Namun, ini merupakan prequel dalam seri tersebut. The Magician’s Nephew menceritakan tentang awal diciptakannya Narnia. Novel yang terbit pertama kali pada tahun 1955 ini, termasuk dalam karya sastra klasik anak.

Story

The Magician’s Nephew dikenal sebagai prequel dari seri The Chronicles of Narnia. Novel ini berhasil menjawab berbagai pertanyaan yang muncul ketika membaca atau menonton film The Lion, The Witch, and The Wardrobe.

Misalnya, tentang rumah dimana Lucy Pevensie menemukan lemari ajaib. Rumah atau kastil tersebut adalah milik Professor Kirke. Apakah namanya tidak asing bagi kalian? Yup, dia adalah Digory Kirke. Jadi, setting cerita The Lion, The Witch, and The Wardrobe terjadi beberapa dekade setelah The Magician’s Nephew.

Lalu tentang lemari ajaib yang ikonik. Lemari yang membuat anak-anak keluarga Pevensie tiba di Narnia. Ternyata lemari tersebut dibuat dari kayu pohon apel yang ditanam oleh Digory. Pohon apel itu tumbuh dari apel ajaib yang diperoleh Digory ketika dia pertama kali mengunjungi Narnia, loh!

Lalu banyak pula adegan-adegan yang menjadi alasan mengapa ada tiang lampu ajaib di Narnia dan juga keberadaan penyihir putih. Kita seperti diajak flashback ke masa muda Professor Kirke melalui novel ini. Sebagai prequel, novel ini mengingatkan saya pada novel The Hobbit karya J.R.R. Tolkien sebagai prequel serial The Fellowship of The Rings.

Tema cerita The Magician’s Nephew cukup menarik. Tipikal petualangan anak yang dihiasi dengan adegan heroik tokoh utamanya. Latar belakangnya menggabungkan antara dunia fiksi bernama Narnia dan London tempo dulu, sehingga beberapa hal tidak asing bagi pembaca. Namun, berbeda dengan novel-novel Narnia lainnya yang didominasi dialog hewan yang dapat berbicara, novel ini lebih banyak menceritakan tentang kehidupan manusia.

Konflik yang disajikan terkesan ringan, tapi filosofis. Memang ceritanya tidak akan membuat kita menangis tersedu atau tertawa terbahak-bahak. Namun, bagaimana Lewis menceritakan kisah Digory dan Polly membuat kita merasa seperti ikut dalam petualangan tersebut.

What you see and what you hear depends a great deal on where you are standing. It also depends on what sort of person you are.

Characters

Ada beberapa tokoh penting dalam novel dan setiap tokoh berhasil menambah makna cerita, antara lain Digory Kirke, Polly Plummer, Ratu Jadis, Paman Andrew, Aslan, dan Kusir Kereta Kuda

Digory Kirke

Digory Kirke adalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Digory memiliki kepedulian yang tinggi dan sangat menyayangi ibunya. Walaupun, dia sempat melakukan kesalahan yang menyebabkan Ratu Jadis terbawa hingga ke London, Digory berusaha untuk bertanggung jawab atas kesalahannya.

Digory menunjukkan keberanian, kecerdasan, dan rasa tanggung jawab sejak usia muda. Dia tidak pernah mengabaikan Polly. Dia bahkan rela menyusul Polly yang hilang karena menyentuh cincin kuning milik Paman Andrew. Digory tidak hanya berani melawan kejahatan. Tapi, juga berani untuk mengakui kesalahannya.

Digory memainkan peran penting di Narnia, sejak hari pertama berdirinya Narnia. Karakternya menjadi pengingat bahwa seseorang yang dianggap biasa saja dapat berpengaruh luar biasa untuk dunia. Kita mengenal Digory sebagai Profesor Kirke, yaitu pemilik kastil dalam novel The Lion, the Witch, and the Wardrobe.

Polly Plummer

Polly Plummer adalah seorang gadis muda yang tinggal di sebelah rumah Paman Andrew. Dia digambarkan sebagai anak perempuan yang berani, mandiri, dan cerdas. Karakteristik ini mempengaruhi imajinasi dan keinginan berpetualang dalam diri Polly.

Polly yang membujuk Digory untuk masuk ke rumah kosong, Polly pula yang tidak mampu menahan diri dan menyentuh cincin milik Paman Andrew. Pilihannya tidak selalu bijak. Namun, pilihan-pilihan tersebut yang menuntun dirinya dan Digory ke dalam petualangan luar biasa.

Ratu Jadis

Ratu Jadis merupakan seorang ratu di dunia bernama Charn. Dia kejam dan haus kekuasaan. Digory dan Polly membawanya ke London secara tidak sengaja, lalu ke Narnia. Di Narnia, Ratu Jadis mencuri Apel Kebeliaan, yang membuatnya tetap awet muda dan hidup lebih lama. Namun, itu mengutuk hidupnya. Penyihir Putih, yang muncul dalam “The Lion, the Witch, and the Wardrobe” adalah nama populer Ratu Jadis.

Uncle Andrew

Paman Andrew adalah paman Digory, adik dari ibunya. Dia digambarkan sebagai individu yang tamak dan egois. Dia menipu Digory dengan menggunakan Polly, sehingga kedua anak kecil tersebut terlibat dalam uji eksperimennya.

Paman Andrew mengagumi kekuatan Ratu Jadis dan bahkan setuju untuk melayaninya. Namun, kita tidak dapat menyangkal bahwa dia berperan penting pada kisah Narnia. Polly dan Digory tidak akan pernah mengunjungi Narnia jika bukan karena eksperimennya.

Aslan

Siapa yang belum pernah mendengar tentang Aslan? Dia (atau itu?) adalah seekor singa yang tampaknya adalah pencipta Narnia– semacam Tuhan di negeri itu. Aslan memiliki kepribadian yang unik. Dia bijaksana, kuat, dan adil. Tapi, sulit diprediksi. Cara Aslan berbicara mengingatkan saya pada Dumbledore dalam “Harry Potter” dan Gandalf dalam “The Lord of the Rings.”

Kusir Kereta Kuda (Frank)

Kusir dalam novel ini bernama Frank, dikenal selanjutnya sebagai King Frank– raja pertama di Narnia. Dia jujur dan adil. Uniknya, Aslan mengangkatnya menjadi raja bagi dunia yang berisi dengan hewan dan tumbuhan yang dapat berkomunikasi layaknya manusia. Hal yang mengindikasikan bahwa manusia dipercaya dapat memimpin makhluk lainnya di dunia.

Writing Style

"The Magician's Nephew" mengingatkan saya pada novel “The Silmarillion” karya J.R.R. Tolkien yang menggambarkan petualangan awal novel “The Lord of the Rings” dan “The Hobbit”. Namun, bahasa yang digunakan C.S. Lewis jauh lebih ringan dibandingkan Tolkien, sehingga lebih mudah dipahami. Walaupun saya lebih menyukai gaya penulisan Tolkien, karya Lewis pun tetap menjadi satu dari beberapa favorit saya.

Reread Values

Fiksi anak tentunya menekankan pada suatu nilai yang dapat ditanamkan. Pada novel ini, nilai moral yang muncul antara lain tentang keberanian, kejujuran, dan ketidak serakahan. Nilai kemanusiaan yang membuat reread values novel ini cukup tinggi, baik untuk anak maupun orang dewasa. Bukunya tidak terlalu tebal dan tidak pula membosankan. Hal apa lagi yang kita butuhkan?

CONCLUSION

Overall, saya percaya buku ini akan menginspirasi dan memikat pembaca dari berbagai generasi, terutama penggemar novel petualangan dan fantasi. Bahasanya ringan, tapi memiliki nilai moral yang dalam. Nilai-nilai moral ditanamkan secara implisit dalam cerita. Siapa pun yang tertarik dengan kompleksitas sifat manusia dan pentingnya membuat keputusan etis harus membaca novel ini. Ini adalah novel yang membuat kita sulit menutup buku apabila belum sampai pada halaman terakhir. It’s captivating and enchanting. It’s a classic.

Rating: 8.5/10

Post a Comment

0 Comments